Jumat, 13 Desember 2013

Hukum Khamar dan Judi


BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang sempurna. Namun, dibalik kesempurnaan manusia tersebut, Allah juga memberikan sifat ketidaksempurnaan pada diri manusia. Hal itu terbukti dengan banyaknya perbuatan manusia yang menyalahi aturan yang berlaku. Entah itu peraturan agama ataupun peraturan yang manusia buat sendiri.
Salah satu topik yang masih sangat hangat diperbincangkan adalah larangan minum khaar dan berjudi.
Sudah bukan suatu yang asing bahwa orang-orang Arab sebelum datangnya islam sangatlah gemar meminum khamar (minuman keras). Kegemaran itu ditandai dengan banyaknya syair-syair yang mengagungkan khamar dan tampak dari kebiasaan mereka yang melekat kuat. Ketika agama Islam datang, minuman keras ini merupakan suatu tantangan yang paling kuat yang karenanya Islam dalam sejarah tidak serta-merta mengharamkannya secara langsung.
B.                 Urgensi
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang sesuai tentang khamar dan judi khususnya pada surat Al-Baqarah ayat 219. Selain itu tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran tentang proses pengharaman khamar tidak hanya dari segi teologis saja namun dari berbagai aspek sudut pandang.
C.                Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dijadikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian dari khamar dan judi?
2.      Bagaimana tafsir Qur’an (Al-Baqarah ayat 219) dengan tema diatas (khamar dan judi)?
3.      Bagaimana proses pengharaman khamar dan judi dan bagaimana kontekstualisasi pada zaman sekarang?
BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian
a.             Pengertian Khamar
Dalam kamus Arab-Indonesia Al Munawwir, bahwa kata khamar adalah bentuk mashdar dari kata خمرا ـ يخمر -خمر yang berarti tertutup atau tersembunyi. Kemudian kata khamar ini lazim digunakan untuk sebutan bagi setiap minuman keras seperti arak dan minuman keras lainnya.
Sayyid Sabiq mendefinisikan kata khamar dalam kitabnya Fiqih Sunnah, bahwa khamar adalah cairan yang dihasilkan dari peragian biji-bijian atau buah-buahan dan mengubah sari patinya menjadi alkohol dengan menggunakan katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisahkan unsur-unsur tertentu melalui proses peragian.
Definisi diatas memberikan pengertian bahwa minuman beralkohol dalam Islam dikenal dengan kata khamar yang yang terbuat dari perasan buah-buahan maupun biji-bijian serta dapat menutup akal. Berdasarkan ijma’ yang dikatakan khamar adalah minuman memabukkan yang dibuat dari perasan anggur. Hanya saja ulama berbeda pendapat mengenai minuman yang memabukkan yang dihasilkan dari selain perasan buah anggur.
Adapun menurut tafsir al-Lubāb terdapat empat sebab mengapa disebut khamr. Pertama karena menutupi akal, kedua dari kata “khimār” yang bermakna menutupi wanita, ketiga dari “al-khamaru” yang berarti sesuatu yang bisa dipakai bersembunyi dari pohon dan tumbuhan atau dengan kata lain semak-semak, dan yang keempat dari “Khāmir” yang bermakna orang yang menyembunyikan janjinya.[1]
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, yang dimaksud khamr adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang memabukkan. Ada pula yang memberi pengertian khamar dengan lebih menonjolkan unsur yang memabukkan. Artinya, segala jenis minuman yang memabukkan disebut khamar.[2]
Menurut al-Sayyid Sābiq khamr adalah cairan yang dihasilkan dari peragian biji-bijian atau buah-buahan dan mengubah saripatinya menjadi alkohol dengan menggunakan katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisahkan unsur-unsur tertentu yang berubah melalui proses tertentu. Minuman sejenis ini dinamakan dengan khamr karena dia mengeruhkan dan menyelubungi akal, artinya menutupi dan merusak daya tangkapnya. Hal ini adalah pengertian khamr menurut medis (kedokteran).[3]
b.             Pengertian Judi
Dalam Ensiklopedia Indonesia[4], judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya.
Sedangkan Dra. Kartini Kartono[5], mengartikan judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa berjudi dalam bahasa Arab artinya adalah maisir[6].
Ini definisi istilah maisir dalam istilah ulama, walaupun sebagian orang mengartikan maisir ini ke dalam bahasa Indonesia dengan pengartian yang sempit, yaitu judi. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.”
B.                 Ayat Al-Qur’an
a.             Surat Al-Baqarah Ayat 219
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
       "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya'. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan'. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir," – (QS.2:219)                     
b.             Mufradhat
Tertutup                         : الْخَمْرِ
Tersembunyi                  : الْمَيْسِرِ
Dosa, kejelekan              : إِثْمٌ
Manfaat                         : نَفِعُ
c.              Asbabu Nuzul
Ada beberapa pendapat tentang asbabu nuzul dari ayat ini. Adapun dari beberapa pendapat dapat ditemui dua perkara yaitu masalah khamar dan judi serta masalah sedekah. Adapun dua pendapat tersebut sebagai berikut:
                                                   i.            Khamar dan judi
روى أحمد عن أبي هريرة قال: قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة وهم يشربون الخمر ويأكلون الميسر، فسألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم عنهما فنزلت الآية فقال الناس: ما حرّم علينا، إنما قال: إثم كبير، وكانوا يشربون الخمر حتى كان يوم صلى رجل من المهاجرين وأمّ الناس في المغرب فخلّط في قراءته، فأنزل الله آية أغلظ منها «يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا ما تَقُولُونَ» ثم نزلت آية أغلظ من ذلك «يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطانِ» إلى قوله: «فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ» قالوا انتهينا ربّنا
Artinya: Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah s.a.w. mendatangi kota Madinah sedangkan mereka (penduduk Madinah) dalam keadaan meminum minuman keras (khomer) dan memakan hasil judi, lantas mereka menanyakan perihal kedua perkara ini kepada Rasulullah s.a.w. maka turunlah ayat tersebut. Lalu mereka berkata: “Hal itu tidak diharamkan kepada kita”, Ia sesungguhnya berfirman “(adalah) dosa yang besar”, dan mereka pun meminum khomer hingga suatu ketika salah satu kaum muhajirin sholat dan mengimami sholat maghrib lalu berbuat kesalahan dalam bacaan sholatnya, maka Allah s.w.t. menurunkan ayat yang lebih tegas dari sebelumnya yaitu:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا ما تَقُولُونَ
kemudian turunlah ayat lain yang lebih keras darinya yakni ayat:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطانِ
hingga ayat فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ mereka pun berkata: “Tuhan kita (sungguh) telah melarang kita”.[7]
                                                 ii.            Sedekah
Firman Allah ta'ala, "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi." Sebab turunnya ayat ini akan dijelaskan pada surah al-Maa'idah.
Firman Allah ta’ala:
"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan."
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun perintah untuk memberi sedekah fi sabilillah, beberapa sahabat mendatangi Nabi saw., lalu mereka berkata, '"Sungguh kami tidak tahu tentang sedekah yang engkau perintahkan kepada kami, apa yang kami sedekahkan darinya?"
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. "
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Yahya bahwa dia mendengar Mu'adz bin Jabal dan Tsa'labah mendatangi Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai budak-budak dan keluarga, maka apa yang kami sedekahkan dari harta kami." Maka Allah menurunkan ayat di atas.
d.             Tafsir
Dalam tafsir Al-Qurthubi[8] menyebutkan bahwa dalam firman Allah diatas terdapat beberapa masalah. Pertama, firman Allah ta’ala يَسْأَلُونَكَMereka bertanya kepadamu”. Orang-orang yang bertanya dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman. Hal ini sebagaimana dijelaskan diatas.
Kata al-khamar itu diambil dari khamara yang artinya satara (menutupi). Contohya adalah khaimaar al-mar’ah(kerudung perempuan). Oleh karena itulah setiap sesuatu yang menutupi suatu yang lain desebut khamar.
Kedua. Mayoritas umat Islam berpendapat bahwa sesuatu yang dapat membuat mabuk jika mengkonsumsinya dalam jumlah yang banyak tapi sesuatu itu bukanlah perasan anggur, maka sesuatu itu diharamkan baik dalam jumlah banyak maupun sedikit. Namun Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubruham, dan kelompok ulama Kufah berpendapat bahwa suatu yang dapat memabukkan jika dikonsumsi dengan banyak tapi suatu itu bukanlah perasan anggur, maka hal itu adalah halal. Apabila seseorang mabuk karena mengkonsumsi sesuatu itu tanpa ada kesengajaan untuk mabuk, maka dia tidak boleh dijatuhi hukuman. Namun pendapat ini lemah dan tertolak baik menurut logika maupun syara’.
Ketiga. Sebagian mufasir berkata, “Allah tidak menyisakan sedikitpun kemurahan dan kebaikan melainkan memberikannya kepada umait ini. Diantara kemurahan dan kebaikan Allah terhadap umat ini adalah tidak mewajibkannya syari’at kepada manusia secara sekaligus, melainkan mewajibkannya secara bertahap”
1.      Tahap pertama
Pada tahapan ini Allah hanya memberikan penjelasan bahwa dari beberapa jenis buah dalam hal ini kurma dan anggur manusia bisa menjadikannya sesuatu yang bersifat memabukkan dan juga bisa memanfaatkannya sebagai rizki yang baik. Hal ini terkait karena dari zaman pra Islam minum khamr sudah menjadi kebiasaan di kalangan bangsa Quraisy, sebagaimana biasanya mereka dalam berjudi.
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang berakal. (QS. An-Nahl : 67)
Ayat ini turun di Mekah dan pada saat turunnya ayat tersebut khamr belum dilarang atau diharamkan.
2.        Tahap Kedua
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. . . . (QS. Al-Baqarah : 219)
Ayat ini turun di Madinah setelah Hijrah. Sebab turunnya ayat tersebut menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin al-Khaththab bahwasanya ia pernah berdoa: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami tentang (hukum) khamr dengan keterangan yang jelas karena ia telah membinasakan harta dan merusak akal. Kemudian turunlah ayat tersebut.[9]
Pada tahapan kedua ini Allah menjelaskan bahwa sebenarnya dalam khamr tersebut ada dua unsur yang terkandung di dalamnya: manfaat dan mudharat. Namun Allah juga menegaskan bahwa sebenarnya mudharat yang ditimbulkan olehnya jauh lebih banyak dari manfaatnya. Menurut al-Shabuni juga, yang dimaksud dengan manfaat dari khamr adalah manfaat yang didapat dari memperjual belikan khamr tersebut. Dan menurut Imam al-Qurthubi, manfaat yang diperoleh dari khamr tersebut karena mereka mengimpor dari Syiria dengan harga murah kemudian mejualnya di seitar Hijaz (mekah dan Madinah) dengan harga tinggi.
Namun adapula yang berspekulasi bahwa manfaat khamr yaitu rasa lezat (اللذة) dan kondisi mabuk (المزعومة النشوة) yang ditimbulkan dari zat tersebut.[10]
3.        Tahap Ketiga
Dampak dari pemaknaan ayat yang terdapat pada tahapan kedua pada masa itu ialah timbulnya dua golongan. Sebagian dari para sahabat meninggalkan minuman khamr karena melihat ayat “Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” namun sebagiannya lagi masih melakukannya karena potongan ayat “dan beberapa manfaat bagi manusia”. Salah satu diantara yang tetap melaksanakannya adalah Abdurrahman bin ‘Auf. Suatu ketika ia menjamu beberapa sahabat Rasul (Ali dan beberapa sahabat lainnya) dan menyuguhkan khamr kepada mereka. Ketika tiba waktu shalat Ali ditunjuk menjadi imam dan pada waktu itu beliau keliru membaca salah satu ayat yang menyebabkan kesalahan yang dianggap fatal. Beliau membaca:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون 

Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku akan menyembah apa yang kamu sembah”. Kemudian turunlah ayat berikut sebagai larangan shalat bagi orang mabuk.[11]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. ..........Q.S. An-Nisa : 43)
Pada hadits tersebut khamr telah diharamkan namun hanya ketika akan mengerjakan shalat. Oleh karena itu masih ada beberapa sahabat yang mengerjakan perbuatan tersebut (minum khamr).
4.        Tahap Keempat
Setelah peristiwa yang terjadi pada tahapan ketiga, terjadi kembali tragedi yang menyebabkan turunnya ayat pengharaman khamr. Suatu ketika ‘Utbān bin Mālik mengundang para sahabat untuk makan bersama – salah satu diantaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqās – dan telah disiapkan bagi mereka kepala onta panggang. Mereka pun makan dan minum khamr hingga mabuk. Mereka merasa bangga dan diantaranya ada yang bersyair dengan membanggakan kaumnya dan serta menghina kaum anshar. Kemudian salah seorang pemuda anshar (yang merasa terhina) mengambil sebuah tulang dan memukul kepala Sa’ad hingga terluka. Sa’adpun mengadukan kejadian tersebut kepada Rasalullah hingga turunlah ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah : 90)
Setelah mencermai kronologi pelarangan khamr dapat diambil pelajaran bahwa Islam sangatlah bijaksana. Ia tidak serta merta mengharamkan tradisi yang telah lama “mengakar” dalam suatu budaya (Quraisy). Islam melakukannya secara perlahan-lahan dengan terlebih dahulu memaparkan bahaya yang dikandung oleh khamr.
Bahkan menurut Ali al-Shābunī, seandainya khamr telah dilarang semenjak awal munculnya Islam, tentu merka akan berkata: kami tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya.[12]
Adapun pertama kali diharamkannya khamr terjadi setelah nabi hijrah (di Madinah). Selain dilihat dari ayat di atas, hal ini juga telah dijelaskan oleh hadits Rasulullah:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَإِنَّ فِي الْمَدِينَةِ يَوْمَئِذٍ لَخَمْسَةَ أَشْرِبَةٍ مَا فِيهَا شَرَابُ الْعِنَبِ

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي حَيَّانَ حَدَّثَنَا عَامِرٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَامَ عُمَرُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهِيَ مِنْ خَمْسَةٍ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
"Umar pernah khutbah di atas mimbar Rasulullah saw., ia berkata, 'Sesungguhnya telah diturunkan hukum pengharaman khamr yang terbuat dari lima bahan: anggur, kurma, gandum hinthah, gandum sya'ir dan madu. Khamr adalah apa saja yagn dapat menghilangkan akal',"
Keempat. Firman Allah ta’ala الْمَيْسِرِ (berjudi). Al-maisir adalah perjudian yang dilakukan oleh orang-orang Arab dengan menggunakan anak panah.
Ibn Abbas berkata, “Pada masa jahiliyyah, seseorang lelaki dapat mempertaruhkan keluarganya dan hartanya kepada lelaki lainnya, sehingga siapapun yang menang diantara mereka maka ia akan membawa harta dan keluarga temannya itu”.
Mujahid, Muhammad bin Sirin, Al Hasan, Ibnu Al Musyayyab, Atha’, Qatadah, Mu’awiyah bin Shalih, Thuwus, Ali bin Abu Thalib dan Ibnu Abbas juga berpendapat bahwa setiap sesuatu yang mengandung unsur perjudian apakah itu berupa dadu maupun catur semua adalah perjudian.
Kelima. Firman Allah ta’ala قُلْ فِيهِمَا “katakanlah pada keduanya” yakni pada khamar dan judi إِثْمٌ كَبِيرٌ “terdapat dosa yang besar”. Dosa yang keluar dari orang yang meminum khamar adalah saling bermusuhan, saling memaki, perkataan keji dan palsu, hilangnya akal yang dengan akallah dia dapat mengetahui apa-apa yang wajib dilakukan terhadap penciptanya, tidak melaksanakan shalat, tidak ingat Allah dan lainnya. An-Nasa’i meriwayatkan dari Utsman RA. Dia berkata: “Jauhilah khamar, karena sesungguhnya khamar itu induk dari berbagai kotoran”.
Keenam. Firman Allah ta’ala وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ “dan beberapa manfaat bagi manusia”. Adapun manfaat yang terdapat pada khamar adalah keuntungan finansial (niaga). Sebab pada waktu itu mereka membelinya dari Syam dengan harga yang murah, kemudian menjualnya di Hijaz dengan keuntungan. Pada saat itu mereka tidak melihat adanya dampak ketergantungan terhadap khamar, sehingga orang yang menginginkannya akan tetap membelinya meskipun dengan harga yang mahal. Inilah pendapat yang paling shahih tentang manfaat khamar.
Namun ada juga yag mengatakan bahwa manfaat dari khamar adalah dapat mencerna makanan, menguatkan yang lemah, menggairahkan hubungan badan, mendermawankan orang kikir, membuat berani orang yang takut, membersihkan warna kulit dan berbagai manfaat lainnya. Adapun manfaat judi yaitu sesuatu diperoleh dalam perjudian tanpa harus bersusah payah dan menguras keringat.
C.                Hukum Syar’i yang Terkandung
Islam (teologis) memandang khamar sebagai salah satu faktor utama timbulnya gejala kejahatan seperti menghalangi seseorang untuk berdzikir kepada Allah SWT, menghalangi seseorang melakukan shalat yang merupakan tiang agama, menghalangi hati dari sinar hikmah dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu, khamar baik secara esensi maupun penggunaannya diharamkan secara qath’i (yakin) dalam Al-Qur’an maupun sunnah Nabi SAW. Tetapi karena pada awal Islam, khamar telah menjadi kebiasaan atau bagian hidup masyarakat Arab, maka pelarangan khamar dilakukan secara bertahap.
Dari semua minuman yang tersedia, hanya satu minuman saja yang diharamkan yaitu khamar. Yang dimaksud khamar yaitu minuman yang memabkkan sesuai dengan penjelasan Rasulullah SAW berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar: “Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah diharamkan”. Dari penjelasan Rasulullah tersebut jelah bahwa batasan khamar didasarkan atas sifatnya, bukan bahannya yang mana bahannya dapat dari apa saja. Dalam hal ini ada perbedaan pendapat mengenai bahan yang diharamkan, ada yang mengharamkan khamar yang berasal dari anggur saja. Akan tetapi penulis lebih sepakat dengan pendapat yang mengharamkan semua bahan yang bersifat memabukkan. Hal ini didasarkan atas kajian terhadap hadits-hadits yang berkenaan dengan itu disertakan pendapat beberapa ulama.
D.                Kontekstualisasi Pada Zaman Sekarang Ditinjau dari Segi Sosiologi dan Ekonomi Masyarakat
Dari zaman ke zaman yang selalu berkembang dengan berbagai macam manusia, minuman beralkohol dan judi dinilai mulai marak kembali walaupun dilain sisi banyak pula yang ingin membrantasnya. Namun, yang menjadi menarik adalah dengan berbagai bantuan teknologi, minuman yang dulunya beralkohol tinggi bisa disula menjadi minuman yang beralkohol rendah bahkan menjadi minuman yang bebas alkohol walaupun dengan bahan yang sama. Begitu pula judi yang akhir-akhir ini dijadikan usaha yang legal di berbagai tempat. Ada pula yang menilai bahwa pengharaman khamar tidak lagi relevan pada zaman sekarang. Khamar dianggap bisa dijadikan obat bahkan terapi sehingga membalik pernyataan Al-Quran yang menyatakan bahwa mudharat dari khamar lebih banyak dari manfaatnya. Dan pada puncaknya orang yang sering mengkonsumsi khamar dan sering berjudi akan selalu terus mengkonsumsinya.
Peristiwa tersebut bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang. Dari segi spisikologi atau krisis kejiwaan. Orang yang mengalami krisis kejiwaan pada mulanya hendak menghilangkan tekanan jiwanya dengan mengkonsumsi khamar agar seluruh tekanan tersebut dapat dilupakan. Tetapi pada kenyataannya, setelah pengaruh minuman tersebut hilang, maka jiwanya akan semakin tertekan dan akan membutuhkan minuman keras yang lebih banyak.
Sedangkan penyebab krisis kejiwaan yang menyebabkan seseorang biasanya mengkonsumsi khamar bisa jadi banyak penyebab. Namun faktor yang sangat kuat adalah faktor ekonomi, sosial, pengobatan, dan pendidikan yang dirasa masih sangat memberatkan di negara ini.
Kecenderungan inilah yang sekarang menjadi ciri khas kebudayaan moderen seperti sekarang ini. Khamar mempunyai pengaruh luar biasa terhadap syaraf-syaraf, terutama syaraf otak. Disamping itu, pecandu tak mampu menguasai tingkah lakunya sehingga tidak mempunyai rasa malu. Hal ini lah yang menyebabkan para pecandu kehilangan keseimbangan dirinya dan berubah menjadi jauh dari norma-norama yang sewajarnya.
Dan tentunya sekarang bentuk dari barang yang bisa memabukkan atan menghilangkan kesadaran tidak hanya berbentuk minuman saja, melainkan sudah menjelma menjadi berbagai bentuk. Sehingga hal tersebut mengharuskan kita agar selalu waspada dengan perkembangan zaman yang bisa jadi membawa kita pada kebaikan atau bahkan membawa kita pada hal-hal yang salah.
BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Dari makalah diatas kami telah mencoba memaparkan hasil bahasan kami mengenai khamar dan judi yang dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Khamar dan judi yang disebutkan pda surat Al-Baqarah yang menjadi pembahasan kami memiliki demensi (proses pengharaman) yang mana tidak serta-merta diharamkan oleh Allah.
2.      Pengharaman khamar dan judi dikarenakan dinilai memberikan dampak negatif yang lebih banyak daripada dampak positif yang ditimbulkan.
3.      Dari penulisan yang dilakukan pembahas setelah melitah tafsir Al-Qurthubi dan Ath-Thabari menyimpulkan bahwa hukum dari khamar dan judi secara mutlak haram walaupun perkembangan zaman terus berubah.
4.      Segala yang memabukkan itu haram.
DAFTAR PUSTAKA

Tafsir al-Lubāb dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
Ensiklopedi Islam, Ihtiar Baru Van-Hoeve-Jakarta
Dikutip dari Skripsi Fredi Siswanto, Khamr Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Syafi’i,(Yogyakarta: Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, 2007)
Ensiklopedia Nasional Indonesia, Op. cit.
Kartini Kartono, op. cit.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Al-Maroghy, Tafsir Al-Maroghiy Juz 2
Fathurrahman, Ahmad Hotib, Budi Rasyadi (terj). “Tafsir al-Qurthubi”, (pusaka Azzam: Jakarta, 2007)
M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I
Q. Shaleh, “Asbabun Nuzul” (Diponegoro: Bandung, 2007)
M. Ali al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A Manan (terj). (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1



[1] Tafsir al-Lubāb dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008)
[2] Ensiklopedi Islam, Ihtiar Baru Van-Hoeve-Jakarta
[3] Dikutip dari Skripsi Fredi Siswanto, Khamr Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Syafi’i,(Yogyakarta: Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, 2007), hal 17.
[4] Ensiklopedia Nasional Indonesia, Op. cit. hal. 474.
[5] Kartini Kartono, op. cit. , hal. 65
[6] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[7] Al-Maroghy, Tafsir Al-Maroghiy Juz 2, 138.
[8] Fathurrahman, Ahmad Hotib, Budi Rasyadi (terj). “Tafsir al-Qurthubi”, (pusaka Azzam: Jakarta, 2007), hlm. 115-132.
[9] M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 270.
[10] M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 274.
[11] Q. Shaleh, “Asbabun Nuzul” (Diponegoro: Bandung, 2007) hlm. 139.
[12] M. Ali al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A Manan (terj). (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1, hlm. 218.